Suku
Kutai atau Urang Kutai adalah suku asli yang mendiami
wilayah Kalimantan Timur. Mayoritas orang Kutai beragama Islam dan hidup
di tepi sungai.
A. Rumpun Suku Dayak
Ada yang mengatakan bahwa Suku Kutai merupakan bagian dari
rumpun Suku Dayak. Beberapa Suku Kutai mengatakan, dulunya Suku Dayak
Lawangan yang berdiam di Kalimantan Timur melahirkan Suku Dayak
Tunjung dan Suku Dayak Benuaq. Kemudian dengan masuknya budaya melayu dan
muslim melahirkan terbentuknya masyarakat Suku Kutai yang berbeda
budaya dengan Suku Dayak.
B. Suku Melau Tua
Ada juga yang mengatakan bahwa Suku Kutai dan Suku Dayak merupakan
dua suku yang berbeda, tetapi punya kemiripan.
Suku Kutai berdasarkan
jenisnya termasuk ke dalam Suku Melayu Tua sebagaimana Suku Dayak di Kalimantan
Timur. Oleh karena itu secara fisik Suku Kutai mirip dengan Suku Dayak rumpun
Ot Danum. Hubungan Kekerabatan Suku Kutai dengan Suku Dayak diceritakan juga
dalam tradisi lisan Suku Dayak dengan berbagai versi di beberapa sub suku
rumpun Ot Danum (karena masing - masing sub suku memiliki sejarah tersendiri).
Upacara
Erau di Kalimantan Timur (Foto: erau.kutaikartanegara.com)
C. Adat Istiadat
Adat-istiadat lama Suku Kutai memiliki banyak kesamaan dengan
adat-istiadat Suku Dayak rumpun Ot Danum (khususnya Tunjung-Benuaq)
misalnya; Erau (upacara adat yang paling meriah), belian (upacara
tarian penyembuhan penyakit), memang, dan mantra-mantra serta ilmu
gaib seperti; parang maya, panah terong, polong, racun gangsa, perakut,
peloros, dan lain-lain. Dimana adat-adat tersebut dimiliki oleh Suku
Kutai dan Suku Dayak.
D. Kaharingan
Foto Adat Kaharingan
Saat ini masih ada Suku Kutai di Desa Kedang
Ipil, Kutai Kartanegara yang menganut kepercayaan kaharingan, sama
halnya dengan Suku Dayak.
Kaharingan adalah kepercayaan masyarakat Dayak yakni menyembah
Ranying Hatalla Langit (Tuhan)yang telah menciptakan alam semesta. Penganut
kaharingan juga mengenal upacara pembakaran mayat, seperti Ngaben dalam agama
Hindu.
Kaharingan mempunyai tempat ibadah yang dinamakan Balai
Basarah atau Balai Kaharingan. Kitab suci agama mereka
adalah Panaturan dan buku-buku agama lain, seperti Talatah
Basarah (Kumpulan Doa), Tawar (petunjuk tatacara meminta
pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras), dan sebagainya.
E. Busana adat kutai
Pakaian Adat
Dalam memeriahkan
Erau Pelas Benua dan International Folklore and Art Festifal (EIFAF) maka Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabubaten Kutai Kartanegara yang bekerjasama dengan
Asosiasi Duta Wisata Indonesia Adwindo cabang Kutai Kartanegara, mengadakan
pagelaran busana adat Kutai, Dalam hal ini Kesultanan Kutai Kartanegara Ing
Martadipura memiliki kekayaan budaya diantaranya terlihat dari Beragam baju
adat yang dimilikinya.
Peragaan busana
adat daerah Kutai ini di selenggarakan setiap tahunnya untuk memperkenalkan
kepada generasi muda dan dapat melestarikan pakaian adat Kutai. Terdapat banyak
sekali busana adat daerah Kutai yang memiliki ke khasan masin-masing,
diantaranya Baju Anta Kusuma. Baju Anta Kusuma ini lebih di kenal dengan Kutai
Kuning adalah baju pengantin kebesaran Kerajaan Kutai Kartanegara Ing
Martadipura, baju ini pada jaman dahulu hanya boleh di kenakan oleh kalangan
bangsawan saja, sedangkan kalangan rakyat biasa tidak di perbolehkan
memakainya. Sesuai dengan namanya Kutai Kuning, baju ini memiliki warna dasar
kuning dengan aksesoris keemasan, baju ini melambangkan kebesaran Kerajaan
Kutai Kartanegara dengan tergabungnya beberapa aksesoris dari negara Cina,
Arab, serta beberapa daerah yang ada di Indonesia seperti Bugis, Palembang,
serta Kutai sendiri. Hal ini membuktikan betapa kayanya nilai - nilai seni yang
di junjung pada zaman dahulu yang harus terus di lestarikan.
Baju Kustim, baju
ini lebih di kenal dengan nama kutai Hitam merupakan salah satu baju kebesaran
pengantin Kutai Kartanegara yang mana dapat di bedakan fungsi dan kegiatan
acaranya. Baju kustim juga biasanya di pakai dalam upacara adat lainnya. Baju
Kustim ini memiliki riasan kepala dengan sanggul yang bernama Tali Kuantan dan
memakai satu kembang goyang serta untaian melati yang melilit Sanggul Tali
Kuantan untuk riasan pengantin wanitanya. Sedangkan Prianya memakai Topi
berbulu yang di sebut Setorong, sementara aksesorisnya hanya memakai kalung
panjang dan bros, serta engkalong naga dua. Dan dalam upacara bepacar meliki
perbedaan yaitu Pengantin wanitanya memakai mahkota yang di sebut Sekar Suhun
dan bagian mukanya di tutup oleh cadar.
Baju Kutai Setengah
di sebut juga Tenu Kutai Setengah adalah baju pengantin kebesaran Kutai
Kartanegara juga, tetapi di pakai dalam acara khusus Naik Mintuha.
Baju Sakai, Baju
Saki adalah baju Adat Kutai yang di pakai oleh putra putri keraton, yang
fungsinya untuk upacara mandi - mandi pengantin Adat Kutai.
Baju Taqwo
Setempik, Baju Taqwo Setempik ini adalah merukan baju Adat Kutai yang di pakai
oleh Bangsawan Kutai. Baju Taqwo Setempik ini berfungsi atau biasa di gunakan
untuk menghadiri upacara Bepacar dalam adat Perkawinan Kutai.
Baju Taqwo, Baju
Taqwo ini merupakan Baju Adat Kutai yang biasa di pakai oleh kalangan bangsawan
Kutai, Baju Taqwo berfungsi sebagai baju yang biasa di pakai untuk menghadiri
upacara naik pengantin atau resepsi pernikahan dan biasanya juga di pakai untuk
menghadiri upacara Erau
Baju Cina, Baju
Cina adalah baju yang di pakai sehari - hari di kalangan orang biasa maupun di
kalangan Bangsawan Kutai Kartanegara pada waktu dulu. Baju Cina berfungsi
sebagai baju dalam kegiatan adat biasanya di pakai pada waktu menghadiri
Upacara adat mandi - mandi atau ngulur naga pada waktu Erau.
Baju Penggapit,
Baju Penggapit yang digunakan hanya untuk mendampingi atau menggampit pengantin
yg telah memakai Baju Anta Kusuma dalam kegiatan adat perkawinan naik pengantin
atau resepsi pernikahan.
F. Acara adat
Erau Adat Kutai and
Erau International Folklore And Art Festival (EIFAF) di Tenggarong Kutai
Kartanegara selalu berlangsung meriah. Pesta adat yang selama sepekan menghibur
warga Kutai Kartanegara, baik wisatawan lokal maupun mancanegara ditutup dengan
kegiatan belimbur yang selalu ditunggu setiap pelaksanaan Erau Adat Kutai and
Erau International Folklore And Art Festival (EIFAF) setiap tahunnya. Kegiatan
ini juga dihadiri beberapa negara anggota CIOFF (International Council Of
Organizations of Folklore Festivals and Folk Arts) yaitu Taiwan, Lithuania, Francis,
Republik Ceko, Belgia, Mesir, Korea Selatan, dan negara lainnya yang ikut
berpartisipasi dalam pelaksanaan EIFAF. Erau Adat Kutai and Erau International
Folklore And Art Festival (EIFAF) tak hanya sekedar berjalan sukses tapi
mendapat apresiasi dari pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Erau Adat Kutai and
Erau International Folklore And Art Festival (EIFAF) ini berjalan sukses sebab
dari semua rangkaian acara mampu menyedot minat pengunjung lokal maupun
mancanegara. Sejumlah acara yang mampu menyita perhatian di antaranya upacara
adat Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Bepelas yang menyita
perhatian dari tamu mancanegara. Selain itu pada pentas seni dan budaya yang
juga di isi dengan kesenian dari beberapa negara-negara Interenational Council
of Organization of Folklore Festival and Fokle Art (CIOFF) yang sangat diminati
pengunjung terutama masyarakat Kutai Kartanegara sendiri.
Prosesi Puncak
Kemeriahan Erau Adat Kutai and Erau International Folklore And Art Festival
(EIFAF) di tandai dengan prosesi mengulur naga. Prosesi ini di gelar di halaman
Keraton Kesultanan Ing Martdipura, Replika Naga akan menyusuri sungai mahakam
dan berakhir di Kutai lama, Anggana.
Dua ekor naga yang
terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kepala terbuat dari kayu yang di ukir
mirip kepala naga dan di hiasi sisik warna warni dan diatas kepala terpasang
ketopong ( mahkota ), di bagian leher terdapat kalung yang dihiasi kain
berumbai warna warni. Bagian leher yang berkalung di sambungkan ke bagian badan
yang terbuat dari rotan dan bambu, di bungkus dengan kain kuning. Pada kain
kuning ini disusun sisik-sisik ular besar. Badannya seakan-akan seekor naga
yang siap berjalan kearah tujuannya, selain itu bagian ekor terbuat dari kayu
yang telah diukir menyerupai seekor naga.
Selama tujuh hari
tujuh malam dua ekor naga ini telah di semayamkan di bagian serambi kanan
keratin untuk naga laki, dan di bagian bawah sekitar dada di taruh / di
tempatkan masing-masing penduduk lengkap dengan isinya di hadapan serambi kiri
kanan tempat naga bersemayam terdapat titian di sebut rangga titi tempat naga
di turunkan yang di hampari kain kuning untuk menuju sungai, sebelum naga di
turunkan dari persemayamannya, ada prosesi persembahan oleh dewa belian memberi
jamuan dan besawai bahwa naga akan di turunkan. Selesai ritual oleh dewa
belian, 17 orang laki-laki berpakaian lengkap ( celana panjang batik, baju cina
lengan panjang putih, sarung diikatkan di pinggang dan di kepala di ikatkan
potongan kain batik di sebut pesapu ). Mulai bergerak mengangkat kedua naga
tersebut bersamaan dan mulai menuruni titian menuju sungai, sedangkan dewa
belian berjalan di bagian muka sebagaian muka sebagai kepala jalan sambil
membawa perapen / persepan.
Saat perjalanan
naga menuju ke sungai di hantar oleh empat orang pangkon laki dan empat orang
pangkon bini (wanita) dan seorang membawa molo / guci untuk untuk mengambil air
tuli yang di apit oleh dewa belian laki bini yang membawa perapen / persepan.
Sedangkan di kiri dan kanan dua naga di apit oleh prajurit yang berpakaian
lengkap dan membawa tombak. Sesampainya di tepi sungai ( pelabuhan ) dewa
belian be memang ( prosesi ritual ) kemudian dua ekor naga di naikkan keatas
kapal ( perahu motor ) dengan posisi menghadap kehaluan / depan kapal. Kapal
dan pengiring naga bertolak ke hulu sungai menuju kepala benua sebagaimana
titik awal prosesi menjamu benua dan berputar-putar sebanyak tiga kali baru
menuruni sungai ke hilir. Dalam perjalanan tepatnya di pamerangan desa Jembayan
Loa Kulu, perjalanan kapal di tambatkan, alunan gamelan di bunyikan dan dewa
belian be memang untuk pemberitahuan kepada sekalian penghuni / penduduk /
masyarakat gaib di sekitar pamerangan bahwa naga sedang di turunkan menuju
tepian batu Kutai Lama, Anggana. Selepas wilayah pamerangan, kapal membawa naga
melaju kembali hingga di tepian aji Samarinda Seberang, di tepian aji ini di
sambut dengan acara ritual tokoh-tokoh suku bugis, kapal melambat dan dewa
belian be mamang sambil mengalunkan gamelan yang juga sebagai pemberitahuan
bahwa prosesi naga sedang di turunkan di Kutai Lama. Sesampainya di Kutai Lama,
dewa belian be memang dan alunan gamelan di mainkan, kapal berputar di tepian
batu Kutai Lama, di Tepian Batu ritual penyambutan di lakukan oleh para
tokoh-tokoh masyarakat Kutai Lama dan para pengiring naga sambil menurunkan /
melaboh dua ekor naga di tengah masyarakat Kutai Lama.
Sebelum naga
tenggelam, bagian kepala naga tepatnya di daerah kalung naga harus di sembelih
/ di potong, begitupun di bagian ekor di potong. Bagian kepala dan ekor naga
yang telah di potong di bawa kembali ke Tenggarong untuk di semayamkan hingga
acara ngulur naga yang akan datang. Saat prosesi ini, air tuli di ambil untuk
belimbur. Badan naga yang telah terpotong, menjadi perebutan masyarakat yang
menghadiri prosesi ini dengan mengambil bagian sisik-sisiknya dengan berbagai
macam tujuan yang bersifat mistis. Ada yang berperahu dan berenang mendekati
badan naga yang siap di sisiki oleh para pengunjung. Secara perlahan, kerangka
badan naga tenggelam di tutup gelombang / riak-riak air menghantarkannya ke
dasar sungai.
G. Belimbur
Kegiatan Adat Kutai
Erau Adat Kutai and
Erau International Folklore And Art Festival ( EIFAF) di Tenggarong Kutai
Kartanegara setiap tahun pelaksanaannya selalu meriah apalagi pada saat prosesi
Mengulur Naga hingga setelahnya yaitu Belimbur ( saling menyiram-nyiram air ).
Berbarengan dengan
rombongan Keraton yang membawa Naga Bini dan Naga Laki ke Kutai Lama. Di depan
Keraton Kutai, beberapa rangkaian ritual dilaksanakan dimulai dengan beumban,
begorok, rangga titi, dan berakhir dengan Belimbur.dalam rangkaian ritual yang
dilaksanakan, Belimbur merupakan acara puncak dari rangkaian ritual ini. Dalam
ritul Belimbur, seluruh masyarakat antusias mengikuti Belimbur dengan suka cita
dan keceriaan sambil basah-basahan. Hal ini juga menjadi ajang masyarakat untuk
memperkuat tali silaturahmi antar warga dengan berpartisipasi dalam ritual
Belimbur.
Pada masa sekarang,
tradisi Belimbur berkembang menjadi suatu rangkaian acara Erau yang paling
ditunggu oleh masyarakat dengan suka cita, bukan hanya masyarakat local yang
menyambut suka cita Belimbur, tetapi juga ada warga asing / wisatawan
mancanegara yang tergabung dalam peserta Erau Adat Kutai International Folk Art
And Festival maupun wisatawan mancanegara yang memang khusus datang ke
Kabupaten Kutai Kartanegara untuk berkunjung sangat antusias menyambut momen
Belimbur.
Belimbur dilakukan
setelah prosesi Mengulur Naga selesai. Saat Kapal pembawa naga kembali ke
Tenggarong dan di semua kampong / desa yang di lewati terjadi acara belimbur
massal sebagai unsur kehidupan.
Belimbur bermakna
penyucian diri dari pengaruh jahat sehingga orang orang yang di limbur kembali
suci dan menambah semangat dalam membangun daerah, serta lingkungan dan
sekitarnya juga bersih dari pengaruh jahat.
Pegelaran Seni
Dalam rangkaian
kegiatan peserta EIFAF diantaranya ialah menampilkan kesenian khas yang ada
pada negaranya, salah satunya melalui tari yang akan di tampilkan baik melalui
aksi tari di jalan, parade, maupun di panggung atau pentas seni. Pada malam
hari para peserta EIFAF akan menampilkan tariannya tersebut diatas panggung
kesenian yang telah disiapkan di beberapa tempat.
Setelah pembukaan
Upacara EIFAF pada pagi hari, maka pada malam harinya Pentas seni di buka oleh
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kutai Kartanegara, permainan dari
tabuhan suara musik tingkilan dari Karya Jaya ini mengawali pentas seni yang di
selenggarakan di Panggung expo di gedung bulu tangkis stadion Rondong Demang
Tenggarong. Aksi grop seni ini dalam rangka memeriahkan gelaran Erau Pelas
Benua dan EIFAF Erau International Folklore And Art Festival. Group – group
seni yang hadir diantaranya grup kesenian Gubang, aksi kesenian grup Gubang ini
mewakili Indonesia dalam memapilkan pagelaran seninya.
Peserta EIFAF hadir
dalam pagelaran seni tersebut dan yang berkesempatan pada malam pembukaan
tersebut ialah dari Negara sahabat Negara Thailand yang menampilkan Tarian
Asean In Harmony dan Khon on The Act Yok-Rob ( Ramayana Dance : The Battle ).
Dan Taiwan memanpilkan kisah tiga bidadari.
Pada setiap
malamnya panggung kesenian selalu di isi dengan pagelaran seni baik tarian dan
music khas negra peserta EIFAF, diantaranya yang berpartisipasi ialah Kesenian
tradisional lokal yang di awali dengan kelompok Karya Budi dan kelompok PSBDK
asal kota Raja Tenggarong, dan dari peserta EIFAF dari Thailand menampilkan
Phichai Uttaradit Folk Dance Group dan Yunani menampilkan Association Folk
Karogouna Karditsa. Thailand beranggotakan 22 orang personil dan Yunani
beranggotakan 26 orang personil.
Pagelaran kesenian
ini diadakan di tiga tempat yaitu di panggung skate park kelurahan timbau,
panggung pasar seni dan panggung Expo. Pada masing – masing tempat pengunjung
akan mendapatkan penampilan yang berbeda, pengunjung atau penonton dapat
menikmati sajian kesenian rakyat mancanegara yang secara khusus datang untuk
mengikuti EIFAF. Banyak hal yang bisa di pelajari dari pagelaran seni,
disamping sebagai hiburan masyarakat, juga dapat belajar bagaimana tradisi dan
budaya masing – masing Negara dengan melihat bagaimana mereka menampilkan
musik, kostum, dan gerak, merupakan hiburan edukatif, karna mereka berawal dari
unsur tradisi yang berakar dari kehidupan masyarakat dan dapat menjadi contoh
bagi kehidupan masyarakat di Kutai Kartanegara.
Masyarakat yang
menyaksikan begitu antusias karena menurut mereka penampilannya sangat baik dan
pertama kali di adakan di tenggarong, dengan harapan kedepannya peserta CIOFF
bisa lebih banyak, agar EIFAF bisa lebih meriah lagi.
H. Tarian Adat
Tarian Khas Kutai
Workshop Seni Tari
Jepen Kutai yang di selenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Kutai Kartanegara, dan biasanya dilaksanakan di Pondok Jajak Indah
Tenggarong, acara tersebut di buka oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Dra. Sri Wahyuni. MPP. Acara ini masuk dalam jadwal kegiatan Erau International
Folklore And Art Festival (EIFAF)
Workshop Seni Tari
Jepen Kutai ini di adakan setiap kali acara Erau, dengan tujuan lebih
memperkenalkan tarian daerah kutai kepada pelajar, mahasiswa, dan masyarakat
luas. Hadir dalam kegiatan Workshop Seni Tari Jepen Kutai tersebut diantaranya
terdiri dari berbagai komunitas, Pelajar dan grup sanggar seni yang ada di
Kutai Kartanegara, seperti Reog Karyo, Bunga mekar, Mamanda Panji, Sempekat
Tenyo Benuaq, Haoran Alfatihah, SMP negeri 1 Tenggarong, Anggrek Bulan, Serai
Wangi, Longkang Berseri, Sasak NTB.
Workshop Seni Tari
Jepen Kutai ini menghadirkan 3 orang narasumber yaitu Irianto Catur yang juga
sebagai Koreografer dari Jakarta IKJ, Wahyuni Irianto dan dari Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Awang Safrudin, Ketiga narasumber ini memberikan pemaparan
materi dan pengetahun praktek langsung mengenai tarian yang sudah ada maupun
yang masih dalam pembuatan. Irianto Catur menjelaskan Dalam Seni pertunjukan,
Jumlah seniman pelaku selalu lebih banyak dari pada seniman penciptanya,
demikian pula halnya dalam seni tari, jumlah penari lebih banyak dari pada
pencipta atau penata tari. Seseorang yang bermaksud menjadi penari atau penata
tari harus melengkapi dirinya dengan kemampuan, diantaranya Keterampilan Gerak,
Penghayatan dan Kemampuan Dramatik, Rasa Irama, Rasa Ruang, Daya Ingat dan
Kemampuan Kreatif.
Irianto Catur dan
awang syafrudin mengajak semua peserta untuk bersama - sama mencoba dan
membahas gerakan tari, karna setiap daerah pasti memiliki gerak tari dan
batasan dalam tarian tersebut. Tari sebagai seni pertunjukan harus di tata dan
di susun secara estetis sedemikian rupa sehingga mampu menyentuh batin para
penontonnya. Tari tradisi memang memiliki aturan - aturan yang ketat, tetapi
tidak berarti tari tradisi itu tidak memberikan kesempatan bagi berkembangnya
menjadi tari pertunjukan, untuk itu di butuhkan pengetahuan tentang komposisi
tari, bagi imajinasi yang subur, sesungguhnya tradisi menyediakan bahan - bahan
yang berlimpah untuk di ciptakan kembali.