Jumat, 08 Desember 2017

Tradisi Adat Kutai


Suku Kutai atau Urang Kutai adalah suku asli yang mendiami wilayah Kalimantan Timur. Mayoritas orang Kutai beragama Islam dan hidup di tepi sungai.

A.    Rumpun Suku Dayak
Ada yang mengatakan bahwa Suku Kutai merupakan bagian dari rumpun Suku Dayak. Beberapa Suku Kutai mengatakan, dulunya Suku Dayak Lawangan yang berdiam di Kalimantan Timur melahirkan Suku Dayak Tunjung dan Suku Dayak Benuaq. Kemudian dengan masuknya budaya melayu dan muslim melahirkan terbentuknya masyarakat Suku Kutai yang berbeda budaya dengan Suku Dayak.

B.     Suku Melau Tua
Ada juga yang mengatakan bahwa Suku Kutai dan Suku Dayak merupakan dua suku yang berbeda, tetapi punya kemiripan. 
Suku Kutai berdasarkan jenisnya termasuk ke dalam Suku Melayu Tua sebagaimana Suku Dayak di Kalimantan Timur. Oleh karena itu secara fisik Suku Kutai mirip dengan Suku Dayak rumpun Ot Danum. Hubungan Kekerabatan Suku Kutai dengan Suku Dayak diceritakan juga dalam tradisi lisan Suku Dayak dengan berbagai versi di beberapa sub suku rumpun Ot Danum (karena masing - masing sub suku memiliki sejarah tersendiri).

Upacara Erau di Kalimantan Timur (Foto: erau.kutaikartanegara.com)

C.    Adat Istiadat
Adat-istiadat lama Suku Kutai memiliki banyak kesamaan dengan adat-istiadat Suku Dayak rumpun Ot Danum (khususnya Tunjung-Benuaq) misalnya; Erau (upacara adat yang paling meriah), belian (upacara tarian penyembuhan penyakit), memang, dan mantra-mantra serta ilmu gaib seperti; parang maya, panah terong, polong, racun gangsa, perakut, peloros, dan lain-lain. Dimana adat-adat tersebut dimiliki oleh Suku Kutai dan Suku Dayak.

D.    Kaharingan
Foto Adat Kaharingan

Saat ini masih ada Suku Kutai di Desa Kedang Ipil, Kutai Kartanegara yang menganut kepercayaan kaharingan, sama halnya dengan Suku Dayak.
Kaharingan adalah kepercayaan masyarakat Dayak yakni menyembah Ranying Hatalla Langit (Tuhan)yang telah menciptakan alam semesta. Penganut kaharingan juga mengenal upacara pembakaran mayat, seperti Ngaben dalam agama Hindu.
Kaharingan mempunyai tempat ibadah yang dinamakan Balai Basarah atau Balai Kaharingan. Kitab suci agama mereka adalah Panaturan dan buku-buku agama lain, seperti Talatah Basarah (Kumpulan Doa), Tawar (petunjuk tatacara meminta pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras), dan sebagainya.

E.     Busana adat kutai
Pakaian Adat

Dalam memeriahkan Erau Pelas Benua dan International Folklore and Art Festifal (EIFAF) maka Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabubaten Kutai Kartanegara yang bekerjasama dengan Asosiasi Duta Wisata Indonesia Adwindo cabang Kutai Kartanegara, mengadakan pagelaran busana adat Kutai, Dalam hal ini Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura memiliki kekayaan budaya diantaranya terlihat dari Beragam baju adat yang dimilikinya.
Peragaan busana adat daerah Kutai ini di selenggarakan setiap tahunnya untuk memperkenalkan kepada generasi muda dan dapat melestarikan pakaian adat Kutai. Terdapat banyak sekali busana adat daerah Kutai yang memiliki ke khasan masin-masing, diantaranya Baju Anta Kusuma. Baju Anta Kusuma ini lebih di kenal dengan Kutai Kuning adalah baju pengantin kebesaran Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, baju ini pada jaman dahulu hanya boleh di kenakan oleh kalangan bangsawan saja, sedangkan kalangan rakyat biasa tidak di perbolehkan memakainya. Sesuai dengan namanya Kutai Kuning, baju ini memiliki warna dasar kuning dengan aksesoris keemasan, baju ini melambangkan kebesaran Kerajaan Kutai Kartanegara dengan tergabungnya beberapa aksesoris dari negara Cina, Arab, serta beberapa daerah yang ada di Indonesia seperti Bugis, Palembang, serta Kutai sendiri. Hal ini membuktikan betapa kayanya nilai - nilai seni yang di junjung pada zaman dahulu yang harus terus di lestarikan.
Baju Kustim, baju ini lebih di kenal dengan nama kutai Hitam merupakan salah satu baju kebesaran pengantin Kutai Kartanegara yang mana dapat di bedakan fungsi dan kegiatan acaranya. Baju kustim juga biasanya di pakai dalam upacara adat lainnya. Baju Kustim ini memiliki riasan kepala dengan sanggul yang bernama Tali Kuantan dan memakai satu kembang goyang serta untaian melati yang melilit Sanggul Tali Kuantan untuk riasan pengantin wanitanya. Sedangkan Prianya memakai Topi berbulu yang di sebut Setorong, sementara aksesorisnya hanya memakai kalung panjang dan bros, serta engkalong naga dua. Dan dalam upacara bepacar meliki perbedaan yaitu Pengantin wanitanya memakai mahkota yang di sebut Sekar Suhun dan bagian mukanya di tutup oleh cadar.
Baju Kutai Setengah di sebut juga Tenu Kutai Setengah adalah baju pengantin kebesaran Kutai Kartanegara juga, tetapi di pakai dalam acara khusus Naik Mintuha.
Baju Sakai, Baju Saki adalah baju Adat Kutai yang di pakai oleh putra putri keraton, yang fungsinya untuk upacara mandi - mandi pengantin Adat Kutai.
Baju Taqwo Setempik, Baju Taqwo Setempik ini adalah merukan baju Adat Kutai yang di pakai oleh Bangsawan Kutai. Baju Taqwo Setempik ini berfungsi atau biasa di gunakan untuk menghadiri upacara Bepacar dalam adat Perkawinan Kutai.
Baju Taqwo, Baju Taqwo ini merupakan Baju Adat Kutai yang biasa di pakai oleh kalangan bangsawan Kutai, Baju Taqwo berfungsi sebagai baju yang biasa di pakai untuk menghadiri upacara naik pengantin atau resepsi pernikahan dan biasanya juga di pakai untuk menghadiri upacara Erau
Baju Cina, Baju Cina adalah baju yang di pakai sehari - hari di kalangan orang biasa maupun di kalangan Bangsawan Kutai Kartanegara pada waktu dulu. Baju Cina berfungsi sebagai baju dalam kegiatan adat biasanya di pakai pada waktu menghadiri Upacara adat mandi - mandi atau ngulur naga pada waktu Erau.
Baju Penggapit, Baju Penggapit yang digunakan hanya untuk mendampingi atau menggampit pengantin yg telah memakai Baju Anta Kusuma dalam kegiatan adat perkawinan naik pengantin atau resepsi pernikahan.

F.     Acara adat
Erau Adat Kutai and Erau International Folklore And Art Festival (EIFAF) di Tenggarong Kutai Kartanegara selalu berlangsung meriah. Pesta adat yang selama sepekan menghibur warga Kutai Kartanegara, baik wisatawan lokal maupun mancanegara ditutup dengan kegiatan belimbur yang selalu ditunggu setiap pelaksanaan Erau Adat Kutai and Erau International Folklore And Art Festival (EIFAF) setiap tahunnya. Kegiatan ini juga dihadiri beberapa negara anggota CIOFF (International Council Of Organizations of Folklore Festivals and Folk Arts) yaitu Taiwan, Lithuania, Francis, Republik Ceko, Belgia, Mesir, Korea Selatan, dan negara lainnya yang ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan EIFAF. Erau Adat Kutai and Erau International Folklore And Art Festival (EIFAF) tak hanya sekedar berjalan sukses tapi mendapat apresiasi dari pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Erau Adat Kutai and Erau International Folklore And Art Festival (EIFAF) ini berjalan sukses sebab dari semua rangkaian acara mampu menyedot minat pengunjung lokal maupun mancanegara. Sejumlah acara yang mampu menyita perhatian di antaranya upacara adat Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Bepelas yang menyita perhatian dari tamu mancanegara. Selain itu pada pentas seni dan budaya yang juga di isi dengan kesenian dari beberapa negara-negara Interenational Council of Organization of Folklore Festival and Fokle Art (CIOFF) yang sangat diminati pengunjung terutama masyarakat Kutai Kartanegara sendiri.
Prosesi Puncak Kemeriahan Erau Adat Kutai and Erau International Folklore And Art Festival (EIFAF) di tandai dengan prosesi mengulur naga. Prosesi ini di gelar di halaman Keraton Kesultanan Ing Martdipura, Replika Naga akan menyusuri sungai mahakam dan berakhir di Kutai lama, Anggana.
Dua ekor naga yang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kepala terbuat dari kayu yang di ukir mirip kepala naga dan di hiasi sisik warna warni dan diatas kepala terpasang ketopong ( mahkota ), di bagian leher terdapat kalung yang dihiasi kain berumbai warna warni. Bagian leher yang berkalung di sambungkan ke bagian badan yang terbuat dari rotan dan bambu, di bungkus dengan kain kuning. Pada kain kuning ini disusun sisik-sisik ular besar. Badannya seakan-akan seekor naga yang siap berjalan kearah tujuannya, selain itu bagian ekor terbuat dari kayu yang telah diukir menyerupai seekor naga.
Selama tujuh hari tujuh malam dua ekor naga ini telah di semayamkan di bagian serambi kanan keratin untuk naga laki, dan di bagian bawah sekitar dada di taruh / di tempatkan masing-masing penduduk lengkap dengan isinya di hadapan serambi kiri kanan tempat naga bersemayam terdapat titian di sebut rangga titi tempat naga di turunkan yang di hampari kain kuning untuk menuju sungai, sebelum naga di turunkan dari persemayamannya, ada prosesi persembahan oleh dewa belian memberi jamuan dan besawai bahwa naga akan di turunkan. Selesai ritual oleh dewa belian, 17 orang laki-laki berpakaian lengkap ( celana panjang batik, baju cina lengan panjang putih, sarung diikatkan di pinggang dan di kepala di ikatkan potongan kain batik di sebut pesapu ). Mulai bergerak mengangkat kedua naga tersebut bersamaan dan mulai menuruni titian menuju sungai, sedangkan dewa belian berjalan di bagian muka sebagaian muka sebagai kepala jalan sambil membawa perapen / persepan.
Saat perjalanan naga menuju ke sungai di hantar oleh empat orang pangkon laki dan empat orang pangkon bini (wanita) dan seorang membawa molo / guci untuk untuk mengambil air tuli yang di apit oleh dewa belian laki bini yang membawa perapen / persepan. Sedangkan di kiri dan kanan dua naga di apit oleh prajurit yang berpakaian lengkap dan membawa tombak. Sesampainya di tepi sungai ( pelabuhan ) dewa belian be memang ( prosesi ritual ) kemudian dua ekor naga di naikkan keatas kapal ( perahu motor ) dengan posisi menghadap kehaluan / depan kapal. Kapal dan pengiring naga bertolak ke hulu sungai menuju kepala benua sebagaimana titik awal prosesi menjamu benua dan berputar-putar sebanyak tiga kali baru menuruni sungai ke hilir. Dalam perjalanan tepatnya di pamerangan desa Jembayan Loa Kulu, perjalanan kapal di tambatkan, alunan gamelan di bunyikan dan dewa belian be memang untuk pemberitahuan kepada sekalian penghuni / penduduk / masyarakat gaib di sekitar pamerangan bahwa naga sedang di turunkan menuju tepian batu Kutai Lama, Anggana. Selepas wilayah pamerangan, kapal membawa naga melaju kembali hingga di tepian aji Samarinda Seberang, di tepian aji ini di sambut dengan acara ritual tokoh-tokoh suku bugis, kapal melambat dan dewa belian be mamang sambil mengalunkan gamelan yang juga sebagai pemberitahuan bahwa prosesi naga sedang di turunkan di Kutai Lama. Sesampainya di Kutai Lama, dewa belian be memang dan alunan gamelan di mainkan, kapal berputar di tepian batu Kutai Lama, di Tepian Batu ritual penyambutan di lakukan oleh para tokoh-tokoh masyarakat Kutai Lama dan para pengiring naga sambil menurunkan / melaboh dua ekor naga di tengah masyarakat Kutai Lama.
Sebelum naga tenggelam, bagian kepala naga tepatnya di daerah kalung naga harus di sembelih / di potong, begitupun di bagian ekor di potong. Bagian kepala dan ekor naga yang telah di potong di bawa kembali ke Tenggarong untuk di semayamkan hingga acara ngulur naga yang akan datang. Saat prosesi ini, air tuli di ambil untuk belimbur. Badan naga yang telah terpotong, menjadi perebutan masyarakat yang menghadiri prosesi ini dengan mengambil bagian sisik-sisiknya dengan berbagai macam tujuan yang bersifat mistis. Ada yang berperahu dan berenang mendekati badan naga yang siap di sisiki oleh para pengunjung. Secara perlahan, kerangka badan naga tenggelam di tutup gelombang / riak-riak air menghantarkannya ke dasar sungai.

G.    Belimbur
Kegiatan Adat Kutai

Erau Adat Kutai and Erau International Folklore And Art Festival ( EIFAF) di Tenggarong Kutai Kartanegara setiap tahun pelaksanaannya selalu meriah apalagi pada saat prosesi Mengulur Naga hingga setelahnya yaitu Belimbur ( saling menyiram-nyiram air ).
Berbarengan dengan rombongan Keraton yang membawa Naga Bini dan Naga Laki ke Kutai Lama. Di depan Keraton Kutai, beberapa rangkaian ritual dilaksanakan dimulai dengan beumban, begorok, rangga titi, dan berakhir dengan Belimbur.dalam rangkaian ritual yang dilaksanakan, Belimbur merupakan acara puncak dari rangkaian ritual ini. Dalam ritul Belimbur, seluruh masyarakat antusias mengikuti Belimbur dengan suka cita dan keceriaan sambil basah-basahan. Hal ini juga menjadi ajang masyarakat untuk memperkuat tali silaturahmi antar warga dengan berpartisipasi dalam ritual Belimbur.
Pada masa sekarang, tradisi Belimbur berkembang menjadi suatu rangkaian acara Erau yang paling ditunggu oleh masyarakat dengan suka cita, bukan hanya masyarakat local yang menyambut suka cita Belimbur, tetapi juga ada warga asing / wisatawan mancanegara yang tergabung dalam peserta Erau Adat Kutai International Folk Art And Festival maupun wisatawan mancanegara yang memang khusus datang ke Kabupaten Kutai Kartanegara untuk berkunjung sangat antusias menyambut momen Belimbur.
Belimbur dilakukan setelah prosesi Mengulur Naga selesai. Saat Kapal pembawa naga kembali ke Tenggarong dan di semua kampong / desa yang di lewati terjadi acara belimbur massal sebagai unsur kehidupan.
Belimbur bermakna penyucian diri dari pengaruh jahat sehingga orang orang yang di limbur kembali suci dan menambah semangat dalam membangun daerah, serta lingkungan dan sekitarnya juga bersih dari pengaruh jahat.

Pegelaran Seni
Dalam rangkaian kegiatan peserta EIFAF diantaranya ialah menampilkan kesenian khas yang ada pada negaranya, salah satunya melalui tari yang akan di tampilkan baik melalui aksi tari di jalan, parade, maupun di panggung atau pentas seni. Pada malam hari para peserta EIFAF akan menampilkan tariannya tersebut diatas panggung kesenian yang telah disiapkan di beberapa tempat.
Setelah pembukaan Upacara EIFAF pada pagi hari, maka pada malam harinya Pentas seni di buka oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kutai Kartanegara, permainan dari tabuhan suara musik tingkilan dari Karya Jaya ini mengawali pentas seni yang di selenggarakan di Panggung expo di gedung bulu tangkis stadion Rondong Demang Tenggarong. Aksi grop seni ini dalam rangka memeriahkan gelaran Erau Pelas Benua dan EIFAF Erau International Folklore And Art Festival. Group – group seni yang hadir diantaranya grup kesenian Gubang, aksi kesenian grup Gubang ini mewakili Indonesia dalam memapilkan pagelaran seninya.
Peserta EIFAF hadir dalam pagelaran seni tersebut dan yang berkesempatan pada malam pembukaan tersebut ialah dari Negara sahabat Negara Thailand yang menampilkan Tarian Asean In Harmony dan Khon on The Act Yok-Rob ( Ramayana Dance : The Battle ). Dan Taiwan memanpilkan kisah tiga bidadari.
Pada setiap malamnya panggung kesenian selalu di isi dengan pagelaran seni baik tarian dan music khas negra peserta EIFAF, diantaranya yang berpartisipasi ialah Kesenian tradisional lokal yang di awali dengan kelompok Karya Budi dan kelompok PSBDK asal kota Raja Tenggarong, dan dari peserta EIFAF dari Thailand menampilkan Phichai Uttaradit Folk Dance Group dan Yunani menampilkan Association Folk Karogouna Karditsa. Thailand beranggotakan 22 orang personil dan Yunani beranggotakan 26 orang personil.
Pagelaran kesenian ini diadakan di tiga tempat yaitu di panggung skate park kelurahan timbau, panggung pasar seni dan panggung Expo. Pada masing – masing tempat pengunjung akan mendapatkan penampilan yang berbeda, pengunjung atau penonton dapat menikmati sajian kesenian rakyat mancanegara yang secara khusus datang untuk mengikuti EIFAF. Banyak hal yang bisa di pelajari dari pagelaran seni, disamping sebagai hiburan masyarakat, juga dapat belajar bagaimana tradisi dan budaya masing – masing Negara dengan melihat bagaimana mereka menampilkan musik, kostum, dan gerak, merupakan hiburan edukatif, karna mereka berawal dari unsur tradisi yang berakar dari kehidupan masyarakat dan dapat menjadi contoh bagi kehidupan masyarakat di Kutai Kartanegara.
Masyarakat yang menyaksikan begitu antusias karena menurut mereka penampilannya sangat baik dan pertama kali di adakan di tenggarong, dengan harapan kedepannya peserta CIOFF bisa lebih banyak, agar EIFAF bisa lebih meriah lagi.

H.    Tarian Adat
Tarian Khas Kutai

Workshop Seni Tari Jepen Kutai yang di selenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kutai Kartanegara, dan biasanya dilaksanakan di Pondok Jajak Indah Tenggarong, acara tersebut di buka oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dra. Sri Wahyuni. MPP. Acara ini masuk dalam jadwal kegiatan Erau International Folklore And Art Festival (EIFAF)
Workshop Seni Tari Jepen Kutai ini di adakan setiap kali acara Erau, dengan tujuan lebih memperkenalkan tarian daerah kutai kepada pelajar, mahasiswa, dan masyarakat luas. Hadir dalam kegiatan Workshop Seni Tari Jepen Kutai tersebut diantaranya terdiri dari berbagai komunitas, Pelajar dan grup sanggar seni yang ada di Kutai Kartanegara, seperti Reog Karyo, Bunga mekar, Mamanda Panji, Sempekat Tenyo Benuaq, Haoran Alfatihah, SMP negeri 1 Tenggarong, Anggrek Bulan, Serai Wangi, Longkang Berseri, Sasak NTB.
Workshop Seni Tari Jepen Kutai ini menghadirkan 3 orang narasumber yaitu Irianto Catur yang juga sebagai Koreografer dari Jakarta IKJ, Wahyuni Irianto dan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Awang Safrudin, Ketiga narasumber ini memberikan pemaparan materi dan pengetahun praktek langsung mengenai tarian yang sudah ada maupun yang masih dalam pembuatan. Irianto Catur menjelaskan Dalam Seni pertunjukan, Jumlah seniman pelaku selalu lebih banyak dari pada seniman penciptanya, demikian pula halnya dalam seni tari, jumlah penari lebih banyak dari pada pencipta atau penata tari. Seseorang yang bermaksud menjadi penari atau penata tari harus melengkapi dirinya dengan kemampuan, diantaranya Keterampilan Gerak, Penghayatan dan Kemampuan Dramatik, Rasa Irama, Rasa Ruang, Daya Ingat dan Kemampuan Kreatif.
Irianto Catur dan awang syafrudin mengajak semua peserta untuk bersama - sama mencoba dan membahas gerakan tari, karna setiap daerah pasti memiliki gerak tari dan batasan dalam tarian tersebut. Tari sebagai seni pertunjukan harus di tata dan di susun secara estetis sedemikian rupa sehingga mampu menyentuh batin para penontonnya. Tari tradisi memang memiliki aturan - aturan yang ketat, tetapi tidak berarti tari tradisi itu tidak memberikan kesempatan bagi berkembangnya menjadi tari pertunjukan, untuk itu di butuhkan pengetahuan tentang komposisi tari, bagi imajinasi yang subur, sesungguhnya tradisi menyediakan bahan - bahan yang berlimpah untuk di ciptakan kembali.